Rabu, 18 Desember 2013

Seorang Ayah dan Anaknya


11.05, lima menit sebelum perkuliahan mikrobiologi industri dimulai. Mahasiswa masih bercengkrama satu sama lain. Tiba-tiba dosen pengampu lewat, dan meminta mahasiswa untuk meminjam LCD ke birokrasi.

Maklum, kondisi kampus yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Banyak LCD rusak yang masih terpasang di langit-langit kelas. Untuk peminjaman pun terbilang sulit. Pernah suatu ketika dosen kami tak jadi mengajar karena terlalu kesal keluhannya setelah sekian lama tak didengar, tak ada LCD. Kadang juga mahasiswa dibuat berkeringat terlebih dahulu karena harus turun naik lantai tiga tanpa lift ataupun eskalator untuk meminjam LCD kesana-kemari. Jawaban sang pemegang kuasa hanya satu “sedang diusahakan, untuk LCD sedang dicoba lelang”. Padahal problema LCD ini sudah dirasakan sejak setahun yang lalu. Mungkin jika prosedurnya mudah dan dipastikan ada mahasiswa takkan semalas itu untuk sekedar meminjam LCD demi perkuliahan.
 Tidak ada satupun mahasiswa yang berinisiatif untuk bergerak meminjam LCD tadi. Biasanya yang menjadi tumbal adalah mahasiswa (red : pria). Ketika itu hanya ada seorang mahasiswa (pria) yang ada ditempat. Salah seorang  meminta si mahasiswa tadi, agaknya kali ini berbeda, si mahasiswa tampak sedang dalam kondisi badan yang kurang baik, dan sontak si mahasiswa menolak. Mereka kembali kepada aktivitas masing-masing, tentang LCD tadi sepertinya terlupakan. 2 menit, 4 menit,6 menit, 8 menit, sampai 10 menit kemudian suasana menjadi tegang kembali. Seakan ada alarm mengingatkan kepada si LCD. Sepuluh menit berlalu,mahasiswa (pria) yang datang sudah lumayan banyak. Dan sama saja, tidak ada satupun diantaranya yang “bergerak”, sampai terdengar ocehan dari mulut seorang wanita berkata emang ya 2011 gak ada cowoknya !!!” wanita tadi berlaga bak artis yang antagonis. Dia berseru kepada teman-temannya. Oke, itu ekstrim !

Disisi lainnya, seorang mahasiswa yang bertindak sebagai “kepala” dari mahasiswa-mahasiswa tadi nampak kesal. Mungkin dalam hatinya bertanya “mengapa harus saya?” Setiap ada kebutuhan mengenai perkuliahan ataupun kegiatan, dialah orang pertama yang akan ditanyai, dialah orang pertama yang akan disalahkan ketika terjadi kecacatan, dialah orang yang wajib datang paling awal, dan teruslah tuntutan itu dilimpahkan padanya. Sederhana sebenarnya, dia hanya butuh kontribusi.

Baiklah, itu tadi gambaran keluarga kami, angkatan 2011. Rasanya, ingin membenarkan perkataan seseorang ketika kami maba dulu,
“ini (PMB) adalah momen dimana kalian bisa berkumpul dengan angkatan kalian, saling membantu, bekerjasama, membangun kasih sayang. Setelah PMB selesai, akan sulit menemukan momen ini kembali, inilah kuantitas terbanyak kalian saling berinteraksi”
Benar saja. Saat ini untuk kumpul bersama, full team, ternyata tidak bisa. Mungkin ketika KKL kemarin atau saat praktikum lapangan dulu. Iya, itu saja. Selebihnya, terkotak-kotak. Dimataku, komting kami sudah berusaha banyak, dia benar-benar meluangkan waktunya untuk mengurusi angkatan. Dia sempatkan diri untuk hadir disetiap kegiatan, dialah orang yang berkeringat sebelum kuliah dimulai, dialah orang yang paling banyak disalahkan. Aku mengerti segala keluhnya yang tak sempat dia katakan, aku melihat kekesalan dimatanya saat hanya segelintir orang yang meluangkan waktu untuk rapat angkatan, untuk mendukung angkatan dalam event tertentu, bahkan pernah suatu ketika dia rela ikut main kelapangan disaat kakinya bengkak membiru.

Seperti seorang Ayah dengan anaknya. Komting berperan sebagai ayah, dan yang lain sebagai anaknya. Begitu banyak tuntutan dari si anak, ini itu semuanya harus dituruti. Si anak akan marah ketika pintanya tak dipenuhi. Bahkan sampai tak dianggap ayah, seperti contoh seorang wanita tadi yang mengatakan emang ya 2011 gak ada cowoknya !!!”  padahal hanya pada saat itulah ayah tidak memenuhi mau si anak. Sebaliknya, si ayah hanya meminta anaknya untuk berkumpul mendukung satu sama lain, anak-anak sudah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Maka tidaklah salah jika sewaktu-waktu kekesalan itu terjadi. Mereka, otret ayah dan anak bagiku.

#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #cerita #seorang #ayah #anaknya

Cemburu


Bisikan menyeru dendam kian berkiprah
Menbuntukan jalan memperparah keadaan
Jantung ini masih mendetakkan cemburu
Pada insan biru hitam yang tersenyum itu

Terlihat benar hadirku tiada arti
Sekian lama mengabdi tak ada yang mengakui
Kecintaan tak bertuan yang membabi buta
Mendekat pada keserakahan dan haus kuasa

Risih dengan tanya mengapa
Atau yang senangnya bicara
Omong kosong dan hanya retorika
Si mulut besar dan pencari muka

Entah dimana ini berada
banyak tuan dan pemimpi tuan


#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #puisi #cemburu

Selasa, 17 Desember 2013

Cukup Berikan Jarak


Dimana tempat berbagi itu,
depresi kurang asuhan
ibundaku jauh di seberang sana.
Berselimut garang dalam keramaian
haus kuasa,sampai letih mencoba tertatih.
Tiada percaya tiada pun berbagi,
cerca hina serta cibiran tiada pula asing.
Nurani menjelma bagai air keruh terkutuk
sampah sampah ikut memperparah.
Tiada tawa tiada bahagia,
bertahan dalam ikatan yang menguras milyaran air mata.
Pada siapa harus berbagi pada siapa harus percaya,
Ibundaku, anakmu terlantung mencari sosokmu ditanah rantau ini.
Ibundaku,adakah ruang yang lebih tenang dari yang kita pijakiini?????!!


#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #puisi cukup #berikan #jarak

Minggu, 15 Desember 2013

Sepenggal Dialog Bada Subuh


Program superintensif sebuah lembaga bimbel cukup menarik perhatianku saat itu, tahun 2011 menjelang penerimaan mahasiswa baru. Bersama tujuh orang kawan kelasku (Juwita, Ema, Rahmi, Ria, Novi, Resa, dan Ratna), kami tinggal disebuah rumah kos yang kebetulan strategis, sayangnya hanya ada satu kamar kosong disana, alhasil sebagian dari kami ada yang ikut dikamar kakak tingkat. Aku salah satunya. Namanya Rabiatul Adawiyah, biasa dipanggil Ka Ajeng. Seorang mahasiswa FKM UI yang ramah, murah senyum, ceria, dan sepertinya aktivis kampus. Mulanya canggung, namun keramahannya mencairkan suasana.

Ka Ajeng begitu baik, dia memperlakukan kami layaknya adik sendiri. Pengalaman yang dia ceritakan sedikit banyaknya menginspirasiku. Sikapnya mengenalkan sesuatu yang tidak aku punya, sosok seorang kakak. Dalam waktu satu bulan bersama ka Ajeng, banyak hal yang dia ajarkan, tentu saja tidak terlepas dari bersenang-senang. Ka Ajeng benar-benar menyenangkan. Itulah kalimat penegasan dariku tentang sosok ka Ajeng yang tak bisa dideskripsikan dengan kalimatku.

Setengah sadar aku terbangun, ka Ajeng membangunkanku untuk salat Subuh. Biasanya selesai salat, kami langsung merebah kembali untuk melanjutkan tidur. Namun kali ini berbeda. Dia tiba-tiba berkata “untuk apa kita kuliah?” aku tertegun. Kala itu aku hanyalah seorang siswi SMA yang belum terlalu mengerti perkuliahan. Ka Ajeng melanjutkan kalimatnya “menjadi seorang mahasiswa itu berat” kupandangi wajahnya yang sedikit menengadah kelangit-langit kamar.

“susah payah kita mendaftar di perguruan tinggi, berkompetisi dengan jutaan orang cerdas lainnya, pengumuman hasilpun kadang tak sesuai harapan, kemudian kita diterima, apakah kita bersenang-senang?”

Sebuah bulir bening perlahan jatuh dari matanya...
“untuk mendapat gelar sarjana tidak semudah itu, kita harus beradaptasi ditahap awal, kita mencoba mengerti sistem yang berlaku, kita lakukan apapun yang terbaik, mungkin suatu ketika kita akan lelah, yah, lelah dengan tuntutan untuk seorang mahasiswa yang begitu hebat, orang-orang disana membutuhkan kita, mereka berharap banyak pada kita, kita kuliah untuk siapa sebenarnya?

“kemudian setelah lulus, kita harus bisa bersaing dengan puluhan juta orang untuk duduk disebuah kursi kerja, dan perjuangan takkan berakhir sampai disana”  
Kalimat tadi membuatku memutar otak, bertanya pada diri sendiri, itu membuatku bingung, namun satu kalimat penutup yang diucapkannya cukup menerangi jalan gelap tanpa arah saat itu,

“kamu akan berfikir seperti itu jika kamu hanya melihat dari sisi lelahmu, semakin kamu bisa melewati setiap tahapnya, kamu akan menjadi orang yang lebih tangguh, percayalah”

Kemudian melanjutkan tidur.

#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #kata #sepenggal #dialog #bada #subuh

KATRESNA URANG DÉSA


KATRESNA URANG DÉSA
KU: INGGRIT AMÉDIA
KELAS XI IPA 1
“ Oray – orayan…
Luar – leor mapai sawah,,,
Tong ka sawah,,,,
Paréna keur sedeng beukah,,,”

Asa kakara kamari kuring ulin-ulinan kénéh. Jeung barudak salembur, sapergaulan. Jeung Jepri, Agung, Karti. Kartini, Ningsih, jeung barudaj séjéna. Di tegalan anu pohara lagana. Lembur anu pinuh kabungahan. Sawah ngampar ku éndahna, tatangkalan nangtung ku ajegna, taneuh maneuh jadi panincakan, nyiur angina ngaeancah kulit ku lemutna, dadaunan silih témpas ku ngémplohna. Di tempat ieu kuring dilahirkeun kunu jadi inung jeung bapa. Digeudékeun ku kanyaahna, dibeukeulan ku do’ana, disambut ku kasonona.

Poé ieu kuring ngadeg di tegalan tempat kuring ulin ulinan. di hareupeupeun tatangkalan ngajajar ncarang ku parobahan, lieuk ka kénca – katuhu, usum panén kasangga. Sanajan aya salah sahijieun anu geus robah, tapi kuring teu kawasa nahan kabungahan. Asa Bilatung ninggang Dagé. Bisa nincak deui taneuh kalahiran, kabanggaan balaréa. Teu kagok – kagok kuring gorowok – ngagorowok, kulih ku bungahna. Teu lila jep jempé!!!!! éstuning sakabéh alam jeung sakabéh eusina ngartieun yén kuring keur hayang ngarasakeun éndahna alam.

Tapi kalangkang geus nunjukeun leuwih pondok tina jangkungna awak kuring, nandakeun yén wanci tunggsng gunung geus datang dimana poé rék geus surup. Tungtungna kuring mutuskeun keur neruskeun ka imah ema jeung bapa, geuning ari kana kabungahan mah maktu téh asa sakedeung. nepi ka poho kana tujuan saenyana can kan tohonan.

Teu lila, kuring tepi di pakarangan imah kusabab jarak ti tegalan ka imah téh teu jauh.

Kuring bungah, dihareupeun kuring ayeuna kasangga imah saderhana, anu asana pinuh kahaneutan. Imah leutik, anu teu mumuluk, di jepona ngan aya dua kamar saré, sumur, dapur, rohangan tamu anu saayana. Tapi éta teu jadi pasualan gedé, malahan kuring bungah kusabab ti dinya kuring bisa hudang tina sikep waregah, ti dinya kuring miboga motivasi nu matak ngajadikeun kuring sumanget néangan élmu. Tina peupeurih kuring mangkat keur ngabanggakeun ka nu jadi inung jeung bapa. Keur pikabungaheun di masa depan. Da jelema mah Bobo Sapanon Carang Spakan eweuh nu sampurna. Namung ieu kuring, “ SUDIRMAN”!!! Jelema nu rék ngangkat harkat jeung martabat urang désa.

Tuluy kuring ngetok panto sabari ngucapkeun salam,,,
“ Assalamualaikum…”
Rada lila ewueh jawaban nepi ka tilu kalian..
“ Waalaikumussalam..” ( di barengan ku brayna panto muka)
“ Ujang..” ( awak kuring di tangkeup,, karasa cucuran cai mata tin nu jadi inung).
Kuring teu kawasa nahan kabungah ogé kasedih. kabungah kusabab bisa patepung jeung kulawarga, kasedih kusabab can bisa ngabungahkeun kadua na. Tuluy kuring sasalaman bari ngarangkul bapa.
“ kumaha damang ema,,??? Bapa???”
“ Alhamdulillah, kasép,,
“Sok asup atuh.. ayeuna mah istirahat heula sing jongjon.. tong poho solat!!!. ema jeung bapa rék solat heula”..

Kuring diuk dina korsi anu geus lépét, tur warnana saeutik pear. Di dinya kuring ngahuleung, asa teu nyangka bias patepung ngumpul jeung kulawarga deui. Di luar, poék mongkléng kusabab ngan di pakéan hiji lampu. Dina méja kasampakeun sasikat cau lampung, samanggar salak, ngagolér salempéng bako deukeut asbak nu geus pinuh ku reuhak, teu ka liwat tilu hulu kalapa nu geus ‘siap santap’. Kuring gé teu apal kunaon masang beut bisa kitu. Naha ema-bapa téh apal yén poé ieu kuring mulang, atawa teu dihaja – haja? Laaah… tapi teu kunanaon ogé da éta teu jadi masalah. “Heeuh kuring ngan ukur panasaran’. Teu lila ti dinya ema jeung bapa datang. geus apaleun yén kuring can solat.. ema tuluy nitah kuring solat.

Saba’da solat, tuluy kuring, ema, jeung bapa ngawangkong ( ‘sosonoan minangka namah), aya dulur dulur, babaturan tatanga anu dararatang), teu poho sabari nginum cai kalapa babarengan (geus jadi kabiasaan, lamun ngumpul téh sok sabari ngaleuguk cai kalapa)

Wanci janari leutik..
Angin isuk anu tiis nyerepcep ngarancah kulit, kuring hudang tuluy ka cai, wudu keur solat subuh, balik ti cai tuluy ngahudangkeun ema jeung bapa. Saba’da solat, kuring mukakeun jandéla. Cerepcep tiis.. lemut angina ngarancah kulit, panon poé can pinunjul keur ngahaneutan. sora manuk wik – wik ngagebrahkeun/meucahkeun katenangan isuk ieu.

Kadéngé sora urang pangajian di masigit peuntas.. Kuring nongkrong dina jandéla, ngarasakeun éndahna, segerna waktu isuk di padésaan ieu. Béda jeung di kota. isuk isuk kénéh geus loba kandaraan anu ‘lalu lalang’ ceuk basa Indonesia na mah. Segerna isuk tei karasa, angin isuk téh sarua jeung polusi. di dieu kuring bias narik napas panjang di barengan ku nutupkeun panon, rasana segerr pisan, ni’maaaaaaat anu teu bias di rasakeun kunu ngasaan. nikmatna angina kampong. hirup asa pinuh ku katenangan, asa eweuh beban. “Subhanallah. ”Bener ni’mat Allah mah eweuh nu nyaingan komo deui ngéléhkeun.

Panon poé isuk geus pinunjul. cahaya na ngarambat ka jeuro kamar, nandakeun poé geus datang. poé ieu kuring rék nepungan babaturan da ceuk ema ogé kabéh gé araya di kampong, kabeunuran pisan kuring mulang téh.

Bada nyarap kuring ménta idin ka ema jeung ka bapa, pimaksud rék nepungan babaturan, tatangga, jeung dulur-dulur, hususna anu teu ka imah tadi peuting. Dimimitian ti imahna mang Beni bapana Karti jeung Kartini. kasampangkeun Kartini keur sasapu di pakarangan imahna. Ari lieuk ka korsi hareupeun imahna, Karti keur lungsé sabari ngaguntingan kuku.

‘Kang Imaaaaan,,,” geuro Kartini. manéhna nyampeurkeun tuluy sasalaman. mung ari si Karti mah jongjon wé, manéhna ngan ukur ngageuroan, “ kadieu kang iman!!!..” bangun- bangun teu sonoeun, tapi teu nanaon hade – goréng gé dulur sorangan. Kartini mawa kuring ka tepas imahna. Bari ngaeuroan indung- bapana.

Ti imah Mang Béni, tuluy kuring ka imah Agung ( sobat),, kasampakeun téh manéhna keur jongjon ngélégan manukna . Manéhna ngalieuk. “Imaan..” manéhna nyampeurkeun. gerewek téh manéhna nangkeup. Karasa bungah kawanti wanti bisa papangih jeung sobat baheula… nggeus ngawangkong,, tuluy kuring jeung Agung nepungan babaturan séjéna. Ngan si Agung keukeuh hayang ka imah Ningsih heula. Geus ‘kangen” cénah.

Sapaparat jalan kuring jeung si Agung teu eureun – ereun ngawangkong, ti mulai pangalaman manéhna,, babaturan anyarna, kuliahana, pagawéana,, lah loba pokona mah,, anu teu ka liwat,, manéhna nyaritakeun néng Ningsih . Sihoréng téh, manéhna geus jadian jeung Ningsih.. paingan atuh titatadi kulih ku keukeuh hayang ka imah NIngsih heula.

(…)
Imah demi imah geus katepian.. pamungkas, ayeuna kuring jeung si Agung aya di hareupeun imah si Jepri. Da di si Jepri mah lalega, lalues keur ngumpul,, jeung di jamin moal kudu kalaparan deuih ceuk si Agung ogé,, ditambah deui di si jepri ayeuna geus aya adi na nu karak mulang ti Belanda,rupana geulis kawanti – wanti. Sabenerna kuring teu pti minat ka urang luar negri,, tapi teuing kunaon pas ngadéngé si Agung yén adi na si Jepri geulis na kawanti – wanti kuring jadi panasaran. Teuing aya angina ti Beulah mana iyeu téh…

(Kuring pencét bel imah si Jepri.)
Munggggggg.. teuing ieu ngimpi, hayalan, atawa kanyataan,,, nu pasti di hareupeu itu aya awéwé nu leuwih pantes di sebut bidadari. Kuring melong ku kasemsem na. Anu katempo, buukna sumu péang,, panjang ngarumbai, galing muntang, gomplok, nyacas caang, kapantulan panon poé.. Halis hideung meles ku namplokna,, panon hurung ku sumu kabiru – biruan nambah ka asriana na, irung bangir, pipi konéng, biwirna beureum euceuy ,, ipis nyempring,, bangun amis kareueut,  gado cameuh ku méncosna, waos na rapih, bodas nyacas, di pandang tina sakabéhna awak lenggik- sampulur, kulitna konéng umyang.. suku acer. "Subhanallaaaaaaaaaaaaahh…" ciptaan Allah ku néndah pisan.

Kuring teu sadar yén kuring melong hamper lima menitan. Teu kuat nahan kaéra kusabab éta bidadari geus aya dihareupeun panon. Si Agung buru – buru ngagebrag awak kuring,, untungna juring teu goléprak waéh labuh. Teuing ti iraha manéhna ngaéjaan, nu pasti mah ayeuna kuring keur bener - bener éra, TITIK.!!!
‘geef ka..”,,,” éh ma ng ga… le…bet… kang…”
Manéhna tuluy nggeuroan lanceukna
Er jeferey oudere gasten..”
wie..?/
Ceuk sora di jero ngajawab, lah teuing naon atuh nu kaharti téh cénah ‘saha’. meureun kitu ogé.
“wat is je naam??//.. éh sa..ha… na…….mi a..kang.. akang…”
“ Agung sareng Iman neng.” Jawab Agung..
Ngomongna garap nyirikeun can lancer nyarita basa sunda. Tapi bener ceuk si Agung, adi na si Jepri geulisna kawanti–wanti lir Ratu Cleopatra minangka namah.
“ Iman én Agung..”
oh,,, wacht eens even!!.. Jawab sora anu di jero,
Teu lila si Jepri datang, awak gedé-jangkung na nyampeurkeun. leungeuna teu kosong, manéhna mawa buku, banguna mah buku album poto.
“Iman???/” manéhna bungungeun kénéh, (matak nanya ogé meureun)
Gerewek wéh manéhna nangkeup, Sabari ngeuplok–ngeuplokeun leungeuna ka tonggong kuring.
“ kumaha cageur man,,??? Mani betah pisan di dayeuh téh.”
“lah si Iman mah pohoeun jalan balik” témal Agung.
“yéh lain kitu sobbbbb, Lain urang poho atawa mopohokeun, mung urang hayang soson–soson néangan élmu, urang emung waka bubungahan, sa encan tujuan ka taékan, barina diditu gé urang teu ulin-ulinan, atawa néangan pangarti hungkul, iwal ti néangan pangarti urang diditu sabari usaha keur kabutuhan sapopoé. da tina béasiswa hungkul mah teu nyukupan. Urang emungbalik mawa leungeun kosong, urang hayang balik mawa hadiah kabungah keur ka nu jadi indung jeung bapa.. tapi,, éta maksud can laksana,, kusabab ayeuna urang balik lain sabab geus hasil.., tapi keur nohonan kagiatan néangan pangarti… kabeuneuran pisan urang di tempaetkeun didieu…” jelas kuring ka si sobat.

Tapi teuing kunaon éta budak dua kalah seuseurian.. ngakak malaham. Teuing aya nu salah tina omongan kuring atawa naon. Lah nu jelas mah éta budak dua nu salah. gerents kuring dina hate).
“Williana,,,, gelieve brengen ons drankjes en hapjes!! Ceuk Jepri ka adi na.. (oh jadi ngaran na ‘Williana’ ceuk kuring dina hate)..
‘ja..” sora halus ngajawab….
(aduhh éta sora bidadari…) gerentes kuring..
“tah jep,,, si Iman bogoheun ka adi manéh..” ceplos si Agung eweuh beban…
Kuring ngan bisa nincak sukuna kulih ku kesel,, bari éra.

Si Jepri ngan némbongkeun huntu nu ngajajar rape tur bodas nyacas.. ma’lum ari orang ay amah kaurus nanaon ogé. Bangunamah manéhna ngartieun. Untung deuih si Jepri satujueun,, malahan manéhna jangji rék ngajadikeun,, tapi moal kudu make paksaan.

Jol téh neng Williana, bidadari nu turun ti kayangan…
“Williana,,, zitten hier voor een minuut!.”
Ceuk si jepri ka adi na. Aduh kumaha iyeuh, kuring jadi teu puguh rarasaaan kieu.. sabat neng Williana diuk di hareupeun kuring pisan.. “sok atuh man tanyaan meumpeung aya”.. ceplos si Agung ewwuh beban pisan… kuring tru bisa nahan ka éra.. beungeut asa daya nu nalukan cét beureum.. ( ya Allahh.. Gusti.. tulungan kudu kumaha iyeuh..????))
Néng Williana tungkul bari nyeukeulan baki héjo.
“néé….é..ng cantik sekali…” celetuk téh kaluar caritaan anu teu di haja-haja.
“oh nu..hun kang” jawabna.. Ngadéngé sora éta kuring gé jadi ngarasa leuwih tenang.

Ti dinya kuring ngawangkong jeung neng Williana,, ku sabab si Agung mah anteng wé jeung si jépri.. kaéra kuring piceun jauh – jauh.. nu aya ayeuna mah rasa kabungah bisa ngobrol jeung néng Williana.. ‘walaupun’ aya hiji, dua basa anu teu kaharti. Teu karasa poé geus nunjukeun jam 3 soré. Waktuna kuring mulang. Tungtungna kuring nungtungkeun wangkongan kusabab geus sore.

Satepina di imah, kuring tuluy ka kamar.. kusabab ema jeung bapa masih aya di masigit peuntas keur pangajian cénah . Di kamar kuring teu kawasa nahan kabugah,, kos budak leutik kuring ajléh-ajléhan teu pararuguh,, sabari cungar-cengir sorangan.
Kuring ngahaleuangkeun lagu ‘cinta’ nu sok dinyanyikeun ku Heti K.éndang. éta ogé saapalna.
…(aduh aduh cinta) (aduh aduh cinta)
Cinta manjangkeun carita
(aduh aduh cinta) (aduh aduh cinta)
Cinta panjang lalakona...
Ngan sakitu anu bias kuring haleuangkeun.. peuntas solat magrib kuring langsung dug saré kusabab perjalanan tadi nyapékeun pisan.
****
ayang teuing buah muris,,,
Teu bias ngasakanana,,
Haying teuing kanu geulis,,
Teu bias ngakalanana.”

Kudu kumaha deui kuring nunjukeun rasa katresna ka néng Williana. geus 3minggu kuring usaha. Ayeuna waktuna tinggal ngungkapeun pimaksud. Naming asa na hésé pisan. Leuwih hésé tibatan kudu néangan duit. “ aduh,, alaaah,,, iyeung,,, kudu kmaha deui urang, Jepri,, Agung”.
“naha ari manéh Iman. Kantun wé jelema boga pangarti. Ngan kitu waé ogé mani hararésé, tinggal ngomong nu saenyana!..” ceuk Agung,. Sorana bangun anu geureugeuteun.
“Man dijamin adi urang gé resepeun ka manéh,, sok ayeunamah sampeurkeun. Jelemana aya di pakarangan tukang” teges Jepri.
Kusabab kuring lain jelema anu hade kata hade basa. Komo deui dina urusan ‘percintaan’. Tungtungna dina ungkara ngungkapkeun pimaksud hate,, kuring teu make panganteur,, atawa naon lah sajabana. Kuring ngan bias ngomong
‘Ik hou van jou,, Williana”.. sabari ngageuteur kuring ngaluarkeun éta babasaan.
Beungeut au asalna konéng umyang.. ayeuna geus jadi sumu kabeureum-beureuman. Dibareungan ku rasa éra tungtungna manéhna ngajawab.
“Ik hou ook van jou… kang Iman..”
Teuing aya angina timana. Kuring tuluy nyeukelan leungeuna pageuh-pageuh. Kuring tuluy ngajak manéhna keur nyampeurkeun si Agung jeung Jepri keur mintokeun rasa kabungah anu kawanti- wanti. Geur téh naon coba anu kasampak. Sihoréng téh si Karti keur ngadat, ceurik aung-aungan. Ceuk si Agung mah manéhna teu ridoeun si Jepri jadi ka adi na ‘Kartini’. Kusabab kuring amangna. Kuring kudu bisa ngarampungkeun ieu pasualan. Munggaran, kuring kudu ngumpulkeun anu jadi subjek dina pasualan éta. Kuring nitah si Agung keur néang si Kartini. Sanggeus kabéh ngumpul. Kuring ngamimitan. Kuring nanya ka Karti heula.
“Karti, ari manéh kunaon make beut kudu ngadat kawas budak leutik waé?”
“ tah kang si Kartini anu ngamimitian na, manéhna ngareubut kang Jepri ti Karti.”
“beuneur kitu Jep?”
“ Nah ari manéh percaya wé ka omongan jelema kitu. Mit amit pisan. Resep gé heunteuurang mah, namug lamun ka néng Kartini mah heueh.."
“ yéh ari si akang, arti mah geus sapenuh hate cinta ka akang. Ah pokonamah Karti mah teu rido mun kang Jepri bet jadi ka si Kartini.TITIK”
“enggeus-enggeus Karti ulah sok maksakeun kahayang sorangan, pan tadi si Jepri geus ngomong yén manéhna ngan hayangeun ka Kartini. Geus ayeunamah tarimakeun anu aya. Pan si Mamad geus lila nungguan manéh.”

Si Karti indit bari ngajingjing samping. ngagugusur sendal. Di imah Jepri ayeuna geus aya tilu pasang pipanganténeun. Kuring jeung néng Williana, si Jepri jeung Kartini, Agung jeung si Ningsih.***

Di panungtung kuring ngjak néng Williana ka tempat anu jauh ti barudak séjéna. kuring tungtungna kudu ngomong, yén ngan ukutr tinggal 2 poé deui kuring dieu. Kuring kudu balik kakota parahiangan keur nuntaskeun kawajiban kuring néangan pangarti. Néna Williana ngan ngomong/
“ enya mangga akang.. asalkeun tong hilap ka enéng wé..”
omongana manja tur ancad laér. Ti dinya kuring bener – bener yakin yén néng Williana jadi nu munggaran ogé nu pamungkas.
“Ik kom terug,,, voor u Williana…” Dibarengan ku kabungah ahirna kuring bisa ningalkeun kulawarga, dulur-dulur, ogé Williana.

*ema, bapa kuring jangji bakal balik mawa kabungah nyéta buah néangan pangarti anu muaskeun,,,
*désa Katineung, kuring jangji bakal balik keur ngarobah harkat jeung martabat balaréa.
*sobat, kuring jangji bakal balik keur ngléngkah babareungan nitih masa depan..
*Williana,,, Ik beloof, zal, terug,,, voor je lieve..

*carpon (cerpen dalam bahasa indonesia) ini dibuat untuk tugas basa sunda kelas 11, dan dipublikasikan pada tanggal 7 Mei 2010 diblog usangku.

#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #contoh #cerita #pendek #carpon #sunda #katresna #urang #desa

Review Jurnal Application of Aquaculture Natural Food Produce by Protoplast Fusion Process of Dunaliella salina and Phaffia rhodozyma


Application of Aquaculture Natural Food Produce by Protoplast Fusion Process  of  Dunaliella salina and Phaffia rhodozyma
Oleh: Hersugondo  , Hermin Pancasakti Kusumaningrum , Muhammad Zainuri .
Reviewer : Inggrit Amedia

Kondisi saat ini adalah petani tambak (udang) cenderung statis dalam produksi udang mereka. Faktor penentu  utama tentunya adalah pakan. Diperlukan adanya diversifikasi pakan untuk mendapatkan bobot maksimal dalam jangka waktu yang diperlukan karena kebutuhan pasar udang termasuk tinggi. Pakan yang mengandung karoenoid (β-karoten dan astaxantin) terbukti dapat meningkatkan bobot dalam jangka waktu tertentu. Namun, pakan yang mengandung karotenoid biasanya sulit dijangkau. Oleh karena itu, fusi protoplas menjadi solusi yang terbaik. Fusi dilakukan pada alga Dunaliella salina dan khamir Paffia rhodozyma. Dunaliella salina diketahui mangandung beta β-karoten yang disebut 9-cis-β-karoten dan zeaxanthin. 9-cis-β-karoten berfungsi untuk mencegah kanker (10x lebih kuat dari β-karoten biasa), sedangkan zeaxanthin berfungsi sebagai antioksidan yang baik dalam membantu mencegah dan mengobati kondisi kehilangan penglihatan. Setiap 1 mg D. salina mengandung 6 mg Zeaxanthin, lebih besar daripada tanaman lainnya yang hanya mengandung 0.2 mg.  P. rhodozyma adalah produsen terbesar astaxantin. Astaxantin penting bagi kesehatan udang dan meningkatkan immunologi. Kedua senyawa yang dihasilkan dari dua spesies yang berbeda tadi digabungkan melalui fusi protoplas intraspesies sebagai pakan alami budidaya udang atau Crustaceae lainnya.

D salina dikultur dengan dengan media walne (hasil modifikasi dari Bidwell & Spotte) dengan kondisi pencahayaan intensif 600 lux. P rhodozyme ditumbuhkan dalam medium yang berbeda. Spesies kemudian diisolasi, difusikan, dan diregenerasi. Untuk mengetahui hasil fusi, maka rekombinan fusi diujikan kepada udang windu (Penaeus monodon Fabricius) usia 60 hari dan berat 0.2-0.5. makanan diberikan dalam bentuk alami (D. salina), rekombinan dalam bentuk pellet (berbagai sel rekombinan fusi), dan makanan komersial sebagai kontrol. Setiap 2 hari bobot tubuh ditimbang untuk merumuskan diet kaya karotenoid yang memiliki produksi unggul.

Penelitian ini telah membuktikan bahwa teknik fusi berhasil menyediakan alternatif pakan yang lebih terjangkau, aman, dan mudah. P. rhodozyma menghasilkan astaxantin dengan pigmen utama merah oranye. Perbedaan yang signifikan terlihat dari komposisi total pigmennya, pada P. rhodozyma liar <500 µg/g, sedangkan pada rekombinan fusi protoplas mencapai 12.412 µg/g. Kultivasi P. rhodozyma menunjukkan siklus hidupnya adalah 24-80 jam pada suhu ruang. D. salina mampu menghasilkan β-karoten dibawah penerangan, suhu 26o, dan air asin. Siklus hidup D. salina adalah 7 hari dibawah penerangan. Sel pada fase logaritmik berwarna hijau terang dan pada fase stasioner berubah menjadi warna hijau kekuningan terkait dengan pembentukan karotenoid . Kerapatan sel tertinggi dicapai pada hari ke-3 dan mulai menurun pada hari ke-4 . Total produksi pigmen tertinggi mencapai 111.16 µg/g atau setara  dengan 3.3-15.56 µg/g β-karoten.

Fusi protoplas antara D. salina dan P. rhodozyma telah menghasilkan sel dan koloni rekombinan dengan jenis yang berbeda seperti bentuk rekombinan D. salina tapi merah seperti P. rhodozyma , bentuk rekombinan sebagai P. rhodozyma tapi hijau seperti D. salina , rekombinan dan berbentuk berwarna seperti P. rhodozyma tapi mampu bergerak aktif seperti D. salina , rekombinan berbentuk dan berwarna seperti D. salina tetapi non - motil seperti P. rhodozyma , berbentuk , berwarna dan bergerak seperti D. salina namun mampu hidup di air tawar, berbentuk, berwarna dan non-motil sebagai P. rhodozyma namun mampu hidup di air asin, berbentuk, berwarna, bergerak seperti D. salina dan dapat hidup di air tawar, tetapi poliploidi, berbentuk, berwarna, bergerak seperti P. rhodozyma dan dapat hidup di air tawar tapi poliploidi , dan sebagainya. Berbagai variasi yang muncul mengindikasikan bahwa mereka telah memperoleh berbagai jenis rekombinan menguntungkan untuk digunakan sebagai sumber makanan alami.  Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran berat udang pada grafik menunjukkanberat keseluruhan udang cenderung meningkat dalam penyediaan berbagai diversifikasi pakan fusi protoplas. Hasil yang diperoleh menunjukkan telah diperilehnya makanan kaya karotenoid dapat digunakan sebagai sumber pakan.

Penambahan pakan buatan dengan makanan alami yang kaya akan karotenoid membentuk rekombinan fusi antara D. salina dan P. rhodozyma dapat meningkatkan berat udang dan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pakan buatan dan makanan alami saja. Mereka memiliki pertumbuhan yang stabil di air tawar dan air asin, dapat berkembang biak secara alami dan aman untuk hewan konsumsi perikanan dan juga lingkungan.


#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #review #jurnal #fusi #protoplas #Dunaliella #salina #Phaffia #rhodozyma

Sabtu, 14 Desember 2013

“Science and Being A True Scientist”


Kuliah Umum Bersama Prof. Choong-Min Ryu Ph.D
“Science and Being A True Scientist”

Tempat            : Aula Dekanat Lt. 3 FSM UNDIP
Waktu             : Rabu, 25 September 2013

Sebuah pertanyaan yang acapkali dilontarkan ketika beliau diwawancarai adalah apakah kamu mempunyai mimpi? (dan seberapa bersih dan kuat mimpi itu?), pernahkah anda menjadi gila karena sesuatu?”do you have a dream?" if u have a dream, keep it try!. Kemudian ketika beliau bertemu dengan Joe saat pertama kalinya, Joe menulis “saya harap anda masih berfikir tentang SCIENCE ketika saya membangunkan anda pada pukul 03.00 dini hari. beliau menegaskan betapa pentingnya menjadi seorang saintis sesungguhnya daripada saintis terbaik. Seperti kalimat yang ditulis oleh Joe “I’d like to become a TRUE SCIENTIST rather than a best scientist”. Contoh konkrit perbadan antara “True Scientist” dengan “Best scientist” adalah bahwa best scientist dapat dibuktikan dengan sebuah nobel, penghargaan, dan sebagainya, namun true scietist adalah mereka yang mencintai sains, ketika melihat suatu kejadian dengan spontan jiwa saintistnya muncul, dan tentunya selalu melakukan yang terbaik untuk kemajuan sains. Berbicara menganai Science , Prof. Choong-Min Ryu menyatakan bahwa tidak ada definisi untuk kata tersebut, science dideskripsikan sebagai suatu pertanyaan dan jawabannya.

Ilmu adalah gabungan dari pengetahuan dan terbukti secara ilmiah, sampai akhirnya menjadi sebuah teori, sedangkan pengetahuan adalah informasi yang diperoleh dari indra, ketika indra bekerja maka dihasilkanlah pengetahuan. Menurut Prof. Choong-Min Ryu, metode science terdiri dari hipotesis, bukti, percobaan, kesimpulan, dan generalisasi. Hipotesis menjadi sorotan penting, karena akar dari hipotesis adalah pengalaman, membaca, dan perasaan, hingga sampai pada intuisi. Butuh bekal pengalaman, membaca, dan perasaan yang dalam untuk sampai kepada intuisi.

Ketika pertanyaan “siapa saya?” muncul, maka jangan pernah meremehkan diri sendiri. Analoginya antara elang dan ayam, walaupun keduanya memiliki sayap, namun hanya elang yang mampu mengudara. Dengan keadaan yang “kurang” tadi, ayam tidak serta merta dikatakan kalah, jika ayam mampu menggunakan sayapnya untuk mengerami telur-telurnya hingga akhirnya telur tersebut dapat menetas dan tumbuh sempurna. Begitupun manusia, kita dilahirkan dalam kondisi yang berbeda, namun umunya dibekali dengan elemen tubuh yang sama, tinggal bagaimana kita mengasahnya dan memungsikan dengan sebaik mungkin. Teruslah mencoba, karena tidak ada yang tidak mungkin. Keyakinan adalah kepercayaan yang kuat. Tidak ada yang kebetulan atau begitu alami, segala sesuatunya ada untuk sebuah alasan. Seperti pernyataan pasti yang telah lama kita kenal ini “1+1=2, matahari terbit, bayi tumbuh, berbunga” pernahkan kita berfikir mengapa itu terjadi demikian? Prof. Choong berkata “Please have curiosity (Question) for everything!


#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #Science #true #scientist #Choong-Min #Ryu