Mama, biasa aku memanggilnya dengan kata itu. Wanita
tercantik yang sampai detik ini bertahta dalam hidup. Berada dalam pelukannya
adalah hal yang paling berharga. Sangat nyaman dan enggan untuk beranjak. Kutitipkan
surat ini, diantara milyaran surat lain. Surat-surat yang tak sempat
tersampaikan, curahan hati sang pemilik yang tertuang bagi khalayak, berbagai
macam rindu yang terlalu berat. Satu diantaranya adalah milikku.
Aku ingin memanggilmu Ibu, agar putrimu ini tak secengeng
seperti bagaimana dia berucap mama. Yang menjungjung tinggi perasaan, yang
mudah tersinggung, yang ingin ini-itu, yang amat jauh denganmu, Ibu. Tiada hari
bagiku, selain mengeluh, dan menangis itu bak hal yang terjadwalkan. Apa mungkin
dengan selemah ini aku bisa menjadi apa yang Ibu harapkan?
Ibu selalu terbangun di tengah malam, apakah disetiap doa
itu adalah memintaku menjadi orang yang lebih tegar? Iyakah bu?apakah disetiap
nafasmu mengharapkan agar aku menjadi pribadi yang selalu yakin? Mengapa,
mengapa harus orang ini? Mengapa tidak Ibu doakan agar Ibu bahagia, mengapa tak
Ibu fikirkan dirimu.
Seketika memori itu kembali hadir, kala dimana Ibu terus
memintaku untuk bercerita, Ibu yang mengharapkan putri kecilnya berbagi tentang
bagaimana ia melewati hari. tanpa pernah sekalipun Ibu ingat bagaimana kerasnya
aku menolak. Aku sekarang mengerti, itulah cara terkasar seorang Ibu mengungkapkan
bahwa dia ingin dihargai.
Bu, ternyata tiada manusia yang sepertimu. Hanya Ibu yang
bersedia mengorbankan perasaannya demi orang lain. Disini, betapa sulitnya
menemukan orang yang tidak mau rugi. Sekedar mendengarkan saja mungkin sulit. Untuk
sekedar mengatakan “sudah makan?”, tidak ada. Ibu bisa lihat sekarang, putrimu
hanya berteman tulisan untuk mencurahkan perasaannya. Sahabat-sahabat disini
terlalu sibuk dengan segala urusan mereka. Beberapa diantara mereka sibuk
dengan urusan akademik, penelitian, “teman lain”, bahkan yang setiap harinya
punya beberapa agenda rapat.
Bu, masih ingatkah, betapa takutnya aku dengan kegelapan? Tapi
ternyata, aku lebih takut jika tanpa Ibu. Hanya Ibu, sahabat terbaik yang aku
miliki, dan betapa kalutnya aku saat ini, lebih terasa berat karena jarak kita
yang tak berpihak.
Hari ini berat Bu, aku merasa menjadi orang yang tak
berguna, yang keberadaannya tidak berharga, merasa terbuang, dan perasaannya
semakin menjadi-jadi saja saat ini. Orang-orang terlalu kasar untuk orang
sepertiku Bu...
Untukmu, guru terhebat, sahabat terbaik, pribadi yang
lembut, aku hanya bisa merindukanmu...