31
Jan. 2016
Saya
lulus dari sebuah perguruan tinggi negeri, yang apabila disebutkan namanya
sebagian orang akan tahu, katanya termasuk PTN yang banyak diminati peserta
SMNPTN, katanya masuk 10 besar PTN terbaik Indonesia, yang kemarin rektor terpilihnya
diangkat menjadi menteri kabinet pemerintahan ini. Pada sebuah jurusan yang
selalu ditanya “emang lulusannya bisa jadi apa”, yang tugas akademiknya
menuntut untuk dapat mengatur waktu dengan bijak, yang belum ada guru besarnya,
yang dengan semangat kebersamaan dapat meraih predikat A tahun kemarin.
Sejak
dinyatakan lulus pada sidang akhir di bulan Juni, saya bertekad untuk
melanjutkan ke jenjang master dengan beasiswa pendidikan. Berbagai persyaratan
administratif saya persiapkan, diawali dengan konsultasi dan mengajukan
permohonan rekomendasi dari dosen pembimbing, kepala laboratorium, dan kepala
jurusan. Singkat cerita, surat tersebut sudah saya kantongi. Tentunya
beliau-beliau ini berharap supaya surat tersbut dapat membantu saya dan meminta
dikabarkan bagaimana keputusannya nanti.
Masih
dengan semangat yang menyala, saya terus menggali informasi kesana-kemari mulai
dari informasi pembukaan pendaftaran
seleksi masuk, kultur akademik, kisaran biaya, sampai pengalaman-pengalaman
orang yang sudah berhasil meraih beasiswa ybs. Saya membuat langkah-langkah apa
saja yang harus saya lakukan untuk melengkapi persyaratan administrasi. Saya
rencanakan untuk mengambil kursus bahasa inggris terlebih dahulu di Pare,
karena memang skor toefl saya hanya pas untuk syarat lulus kampus saja. Selagi
kursus tersebut, saya harus sudah membuat rancangan akademik dan essay dengan
tema yang telah ditetapkan. Karena tenggat waktu pendaftaran yang segera
berakhir, sedangkan ijazah, transkrip, dan beberapa dokumen hanya bisa
didapatkan di alamat asal, akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke rumah dan
belajar mandiri.
Di
rumah, rencana-rencana tadi menguap begitu saja, melihat kondisi keluarga,
mengingat adik pertama saya sudah di kelas 12 dan sebisa mungkin setelah lulus
harus bisa kuliah, di tahun yang sama dua adik perempuan saya masuk kelas 6
sekolah dasar, satu diantranya berkeinginan untuk melanjutkan ke sekolah islam
terpadu sedangkan satu lainnya ingin ke sekolah negeri di daerah rumah kami.
Maka dari itu, saya memutuskan untuk mencari pekerjaan agar dapat membantu
mereka mewujudkan mimipinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar