Sistem
seleksi dari semua perusahaan yang saya apply selalu diawali dengan psikotes. Berdasarkan
pengalaman yang sudah-sudah, saya lemah dalam bidang numerik dan gambar
berdimensi. Meskipun sudah dijejali dengan buku-buku psikotes setebal bantal,
tetap saja mendapati kesulitan ketika bertemu hal semacam itu dalam tes.
Dalam
hal ini, tetiba saya teringat seorang teman sekolah. Sebut saja Harum namanya.
Saya, Harum, dan tiga teman lainnya kalau tidak salah, dipanggil bersama guru
bimbingan konseling (BK) perihal hasil psikotes dan penjurusan bidang. Disana,
diruangan guru kami, Harum menangis melihat angka IQ dan dirujuk untuk
mengambil jurusan IPS. Sedangkan, kami sudah dipetakan sejak awal melalui
sistem seleksi untuk masuk kelas unggulan (sebutan yang agak lebay memang).
Yaitu kelas dengan kapasitas 40 orang siswa yang tidak akan pernah berubah formasinya,
dengan sejumlah kelas tambahan, yang otomatis akan masuk ke kelas 11 IPA 1, dilanjutkan dengan 12 IPA 1, dan dengan segala perangkat di dalamnya. Harum terlihat
terperih-perih tetapi dengan usaha terbaiknya meyakinkan guru kami bahwa dia
pasti akan bisa mengikuti sistem yang berlaku dan bersaing dengan baik. Dan apa
yang terjadi, setiap pembagian hasil belajar, Harum menjadi peringkat satu di
kelas 12, dengan tanpa pernah keluar dari golongan 10 besar di kelas
sebelumnya. Terlebih, Harum juga populer di sekolah karena aktif dalam beberapa
kegiatan ekstrakulikuler.
Mungkin
hitungannya lancang jika saya pernah berpikir apakah psikotes benar-benar ampuh
untuk mendapatkan orang terbaik. Ibaratnya, apapun bidang kerjanya nanti, kita
harus bisa lolos dulu dari jaring mengerikan bernama psikotes. Tetapi kembali
lagi, pakarnya pasti lebih mengerti, dengan diaplikasikannya sistem yang serupa
pada banyak perusahaan saja sudah dapat mendeskripsikan bahwa itulah sistem
rekrutmen terbaik.
Pada
intinya, saya harus menambah kuantitas dan memperbaiki kualitas 3b. Berdoa,
belajar, berusaha.
“Let us, then be up and doing, with a heart for any fate. Still achieving, still pursuing, learn to labour and to wait”-Henry Wadsworth Longfellow-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar