Euphorbiaceae
Disusun
Oleh :
Mitrawati
Inggrit
Amedia
Regita
Andriani
Tika
Andriani
Nuke
Nurhidayati
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis yang
kaya dengan keanekaragaman
hayati, mulai dari jenis tumbuhan tingkat rendah sampai tingkat tinggi.
Tumbuhan yang terdapat
di wilayah Nusantara
memiliki daya guna
dan nilai yang sangat tinggi, baik dalam segi ekonomi,
industri, lingkungan dan potensial
sebagai obat-obatan tradisional. Salah
satu tanaman yang berguna untuk obat-obatan tersebut adalah
tumbuhanjarak-jarakan atau famili Euphorbiaceae.
Indonesia
yang umumnya mempunyai adat istiadat dan budaya yang sangat beragam karena
kekayaan keanekaragaman etniknya, menyebabkan beberapa masyarakatnya masih
menggunakan obat tradisional dengan memanfaatkan alam sekitarnya, terutama yang
hidup di pedalaman dan terasing. Penggunaan obat tradisional tersebut, pada
prinsipnya bertujuan untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran,
pencegahan penyakit, obat pengganti atau pendamping obat medik dan memulihkan
kesehatan (Supandiman et al., 2000).
Dunia
tumbuhan menurut taksonomi dapat diklasifikasikan menjadi
kelompok-kelompok mulai dari divisio sampai spesies. Euphorbiaceae merupakan
salah satu famili dari tumbuhan yang memiliki
jumlah genus dan spesies yang
cukup banyak. F amili Euphorbiaceae mempunyai
hampir 7300 spesies
yang tergabung dalam
300 genus. Beberapa genus dari
tumbuhan ini diantaranya adalah
Acalypha, Aleurites, Antidesma, Bischofia, Cicca,
Croton, Emblica, Euphorbia,
Jatropha, Macaranga, Pedilanthus, Phyllanthus, Reutealis, Sapium
dan lain-lain (PT. EISA! Indonesia, 1995).
1.2.Rumusan
masalah
1.2.1. Apakah yang
dimaksud dengan tumbuhan Famili
Euphorbiaceae?
1.2.2. Apa saja jenis
anggota Famili Euphorbiaceae?
1.2.3. Bagaimana
karakteristik dari anggota Famili Euphorbiaceae ?
1.2.4. Apakah manfaat
dan konservasi Famili Euphorbiaceae?
1.3.Tujuan
1.3.1. Mengenal
tumbuhan dalam Famili Euphorbiaceae
1.3.2. Mengetahui
berbagai jenis anggota Famili Euphorbiaceae
1.3.3. Mengetahui
karakteristik dari anggota Famili Euphorbiaceae
1.3.4. Mengetahui berbagai manfaat
dan konservasi Famili Euphorbiaceae
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Famili Euphorbiaceae
Euphorbiaceae merupakan suku terbesar keempat
dari lima suku tumbuhan berpembuluh di kawasan Malesia yang mewadahi 1354 jenis
dari 91 marga (Whitmore,1995). Penelitian taksonomi marga-marga Euphorbiaceae
antara lain dilakukan oleh Backer & Bakhuizen (1963), Whitmore (1972), Airy
Shaw (1975,1980,1981,1982) dan lain-lain.
2.2.
Karakteristik
1.
Akar
Akar euphorbia, sebagaimana semua
tanaman dikotil, adalah akar tunggang. Akan tetapi, tanaman yang diperbanyak
dengan setek memiliki perakaran serabut. Akar tersebut tumbuh langsung dari
pangkal batang. Akar yang sehat berwarna putih kecoklat-coklatan, sedangkan
akar yang sudah tua berwarna coklat. (Purwanto, 2006).
2. Batang
Batang euphorbia ada dua macam, yaitu bulat dan
bersudut. Batang ini tumbuh tegak menjulang ke atas, tetapi beberapa spesies
ada yang melengkung. Sebagaimana tanaman kaktus, euphorbia tidak berkayu. Akan
tetapi, dengan semakin bertambahnya umur tanaman batang akan mengeras.
(Purwanto, 2006).
Batang euphorbia tidak berkayu, tetapi
jika tumbuh membesar akan mengeras. Bentuk batangnya ada yang bulat, ada pula
yang bersudut. Batang ini ditumbuhi duri, ada yang berduri tunggal, ganda, dan
duri yang berkelompok. (Anonim a, 2007).
3. Daun
Bentuk daun euphorbia bervariasi,
meskipun tidak terlalu banyak, ada yang berbentuk bulat telur, lonjong dan
jorong. Masing-masing daun mempunyai ketebalan berbeda-beda. Hampir semua daun
tidak bertangkai tetapi duduk pada batang. Tepi daun tidak bergerigi. Ujung daun
juga bervariasi, ada yang runcing, tumpul dan ujung terbelah. Susunan daun
euphorbia berselang-seling atau saling berhadapan dan duduk pada ruas batang
tanaman. (Purwanto, 2006).
Tulang daun menonojol, terutama tulang
pada bagian tengah keras. Warna bervariasi mulai dari hijau muda hingga tua.
Secara umum, daun euphorbia tunggal berbentuk pipih, bergelombang atau
melengkung. Munculnya euphorbia impor semakin banyak dengan variasi tanaman
yang beragam, termasuk ciri dari daunnya, beberapa variasi bentuk daun sebagai
berikut :
a. Bentuk daun ada empat macam, yaitu
simetri yang ditandai dengan ujung daun
lancip, oval dengan ujung daun lancip mengecil, lurus dengan ujung daun agak
membulat dan bentuk hati dengan ujung daun terbelah menjadi dua bulatan.
b. Pangkal daun ada tiga macam, yaitu
pangkal melebar, lanset, dan lancip mengecil. (Hapsari dan Budiana, 2007).
4. Bunga
Bunga euphorbia muncul membentuk
dompolan-dompolan, setiap dompol terdiri atas 4-32 kuntum. Ada empat bagian
utama bunga, yaitu mahkota bunga semu, benang sari, putik dan bakal buah.
Mahkota bunga yang berwarna-warni yang kita kenal sebagai bunga sebetulnya
adalah brachtea (seludang) bunga yang
sudah mengalami modifikasi sehingga menyerupai mahkota. Oleh karena itu, sering
kali bunga euphorbia disebut bermahkota semu (Purwanto, 2006).
Umumnya tanaman ini memiliki bunga
sejati yang sempurna dengan organ seksual jantan dan betina yang lengkap.
Namun, ada juga yang memilki bunga yang tidak sempurna yang tidak memiliki
organ seksual dan bersifat steril, sehingga tidak dapat digunakan untuk
perbanyakan generatif. Beberapa kultivar memiliki bunga yang keseluruhannya
merupakan bunga yang tidak sempurna. Ada pula tanaman yang sebagian bunganya
merupakan bunga sempurna dan beberapa kondisi tumbuh bunga yang tidak sempurna.
(Anonim b, 2009).
5. Buah
Tanaman ini termasuk mudah berbuah. Buah
muncul karena adanya pembuahan atau bersatunya benang sari dan putik.
Penyerbukan dapat terjadi secara aami dengan bantuan serangga atau manusia.
Buah muncul setelah 3-6 hari dari penyerbukan. (Hapsari dan Budiana, 2007).
Buah berbentuk seperti kapsul dan
tersusun membentuk dompolan yang terdiri atas 3-4 buah. Buah ini terletak di
ujung tangkai bunga. Buah muda berwarna hijau dan apabila sudah tua buah akan
berwarna coklat. Buah tua harus segera dipetik, sebelum pecah dengan
sendirinya. Pemetikan buah dilakukan pada pagi hari, karena pada siang hari
biji yang sudah kering akan terpelanting bila terkena sinar matahari.
(Purwanto, 2006).
Diagram
bunga
Genus
dalam suku Euphorbieae, subtribe Euphorbiinae (Euphorbia dan kerabat dekat)
menunjukkan bentuk yang sangat khusus pseudanthium ("bunga palsu"
terdiri dari beberapa bunga sejati) disebut sebuah cyathium. Ini biasanya
sebuah penutup seperti cangkir kecil yang terdiri dari bracts menyatu bersama
dan kelenjar nectary perifer, mengelilingi sebuah cincin dari bunga jantan,
masing-masing benang sari tunggal. Di tengah cyathium berdiri sebuah bunga
betina: satu putik dengan stigma bercabang tunggal. Pengaturan ini secara keseluruhan
menyerupai bunga tunggal.
Buah biasanya schizocarp, kadang-kadang
buah berbiji satu. Sebuah schizocarp khas adalah regma, buah kapsul dengan tiga
atau lebih sel, yang masing-masing membagi terbuka pada saat jatuh tempo
menjadi bagian-bagian yang terpisah dan kemudian melepaskan diri eksplosif,
hamburan benih kecil.
6. Biji
Biji euphorbia terdapat di dalam buah.
Biji yang berwarna coklat tua ini berbentuk bulat, dengan diameter antara
0,3-0,5 cm. Biji akan terbentuk setelah 3-6 hari sejak penyerbukan dan dapat
segera disemaikan setelah dipetik. (Purwanto, 2006).
Bunga radial simetris yang berkelamin
tunggal, dengan jantan dan bunga betina biasanya terjadi pada tanaman yang
sama. Seperti yang bisa diharapkan dari seperti keluarga besar, ada berbagai macam
dalam struktur bunga-bunga. Mereka dapat berumah satu atau dioecious. Benang
sari (organ laki-laki) dapat nomor dari 1 sampai 10 (atau bahkan lebih).
Bunga-bunga wanita hypogynous, yaitu, dengan ovarium superior.
2.3.
Syarat Tumbuh
Euphorbia sangat menyukai sinaran panas
matahari secara langsung. Jika diletakkan di bawah naungan, euphorbia hanya
akan semarak dengan daun tidak dengan bunga sedangkan jika diletakkan di bawah
matahari langsung maka dapat membantu euphorbia tersebut untuk menghasilkan bunga.
(Anonim c, 2008).
Euphorbia termasuk tanaman yang memiliki
toleransi tinggi terhadap suhu udara. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran
rendah yang bersuhu hangat pada siang hari hingga dataran tinggi dengan suhu
relatif rendah. Batas suhu yang dapat diterima euphorbia adalah 21-27° C.
kisaran suhu di Indonesia, terutama di dataran rendah cocok bagi pertumbuhan
euphorbia. Bahkan, kebanyakan euphorbia yang tumbuh di dataran rendah (di bawah
600 m dpl) lebih bagus pertumbuhannya dibandingkan dengan yang tumbuh di
dataran tinggi. (Purwanto, 2006).
2.4.
Reproduksi
Euphorbia termasuk tanaman yang sangat
mudah diperbanyak. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif (dengan
biji) ataupun secara vegetatif (dengan bagian tanaman itu sendiri) yang dalam
hal ini dilakukan secara setek dan sambung pucuk (Purwanto, 2006).
Perkembangbiakan generatif terjadi
melalui biji. Secara alami, sifat keturunan yang diperoleh biasanya berbeda
dengan induknya. Perbedaan sifat ini terjadi karena perpaduan sifat yang berbeda
dari kedua induknya akibat penyerbukan oleh serangga. Pembibitan dengan biji
dilakukan untuk mendapatkan variasi baru. Sedangkan untuk perkembangan secara
vegetatif bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang sifatnya sama dengan
induknya. Perbanyakan vegetatif seperti ini dilakukan melalui stek atau
cangkok. Tujuan kedua cara tersebut untuk mempertahankan sifat dan
karakteristik induk dalam anakan yang dihasilkan. Untuk perbanyakan vegetatif
pun juga dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman bersifat lebih unggul dari
induknya, yaitu dengan teknik sambung. Teknik sambung memerlukan ketrampilan
khusus agar tingkat keberhasilan yang diperoleh tinngi. (Soedijono dan Hartono,
2007).
2.5.
Manfaat
Tumbuhan
famili Euphorbiaceae
merupakan salah satu
tumbuhan yang sudah banyak
dimanfaatkan dalam pengobatan.
Misalnya melancarkan peredaran
darah, sariawan, batuk, influenza,
malaria, disentri, lepra,
menyembuhkan bengkak,
menurunkan panas, rematik,
diare, penyakit hati,
ginjal, batuk, infeksi
usus, kanker, hepatitis B
dan lain-lain (Lawrence,
1963). Efek farmakologi
yang diberikan oleh tumbuhan, kemungkinan disebabkan oleh kandungan
metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan
tersebut. Tumbuhan sebagai sumber
metabolit sekunder di alam relatif
lebih banyak dibandingkan
dengan hewan dan
mikroorganisme. Tumbuhan di
alam menghasilkan senyawa metabolit
sekunder seperti alkaloid,
steroid, terpenoid dan flavanoid
dengan jumlah dan jenis yang
sesuai dengan kebutuhan tumbuhan
tersebut. Misalnya ada tumbuhan
yang mengeluarkan getah
beracun yang berguna
untuk mengusir atau bahkan membunuh serangga atau parasit lain yang
mengganggu. Sumber dari metabolit sekunder pada
tumbuhan hampir disemua jaringannya, baik pada
akar, batang, daun maupun buahnya (Manitto, 1992).
Beberapa
tumbuhan yang berkhasiat
dari tumbuhan famili
Euphorbiaceae ini adalah getah
tumbuhan Euphorbia hirta L
(patikan) diketahui dapat menyembuhkan penyakit kulit. Akar tumbuhan
ini diketahui dapat digunakan
sebagai obat radang usus besar, bronkhitis,
dan asma. Daun Euphorbia
hypericifolia L dapat digunakan
sebagai obat disentri, diare, dan keputihan. Daun dari tumbuhan Euphorbia
prostata W (patikan cina) diketahui dapat mengobati penyakit wasir, disentri,
anemia, dan menyembuhkan
luka yang membengkak,
sedangkan getahnya untuk
mengobati penyakit mata
(PT. EISA! Indonesia, 1995).
Beberapa
penelitian telah berhasil
menentukan kandungan alkaloid
dalam tumbuhan farnili Euphorbiaceae, diantaranya
Houghton, dkk menemukan
alkaloid isobubbialin dan epibubbialin dari daun tumbuhan Phyllanthus
amarus. Kedua senyawa ini dilaporkan dapat
mencegah penyakit liver
dan untuk melawan
virus hepatitis B (Houghton, dkk, 1996). Tempesta dan Corley menemukan alkaloid
phyllanthiamide dari kulit batang tumbuhan
Phyllanthus sellowianus yang
diketahui memiliki aktifitas sebagai antipasmodik
(Tempesta dan Corley,
1998). Joshi dkk
menemukan alkaloid
norsecurinin dari buah
tumbuhan Phyllanthus niruri
L yang berfungsi
sebagai obat gonorhoe (Joshi,
dkk, 1986). Teori
kekerabatan menurut Venkatararnan
menyatakan kandungan kirnia yang
terdapat pada tumbuhan
dalarn farnili yang
sarna, akan mempunyai kerangka
struktur yang sarna atau saling
berhubungan, yang mernbedakan antara
satu dengan yang
lainnya adalah kuantitas
kandungan kimianya (Kustilah, 1999). Tumbuhan
Euphorbia pulcherrima merupakan
salah satu tumbuhan Euphorbiaceae yang
mengandung alkaloid.
Seratus lima puluh satu jenis dari suku
Euphorbiaceae yang tercakup dalam 44 marga yang telah selesai diteliti
revisinya di kawasan Malesia, ternyata ada yang jenis-jenisnya mempunyai
potensi sebagai obat tradisional . Lima jenis di antaranya merupakan catatan
baru sebagai tumbuhan obat. Potensi obat tersebut antara lain sebagai obat sakit asma, demam, sakit
perut, kencing nanah, sakit gigi, sakit kepala, sebagai racun ikan dan obat
kuat (tonik). Bagian-bagian tumbuhan yang biasa digunakan adalah akar, daun,
buah atau bagian tumbuhan yang mengandung getah beracun. Selanjutnya akan
diuraikan informasi yang lengkap mengenai lima jenis catatan baru tersebut
(pertelaan, persebaran, habitat dan ekologi, potensi).
Heyne (1950) yang telah mulai
merintis pembuatan buku mengenai De
Nuttige Planten van Indonesie I & II (terjemahan dalam bahasa Indonesia
oleh Departemen Kehutanan: Tumbuhan Berguna Indonesia I – IV) memuat 49 jenis Euphorbiaceae yang diman-faatkan sebagai
bahan obat-obatan tradisional, kemudian Steenis-Kruseman (1953) menerbitkan
sebuah buku yang berjudul: Select Indonesian Medicinal Plants yang memuat 18
jenis, selanjutnya berturut-turut terbit buku mengenai obat-obatan tradisional
yang berjudul: Materia Medika Indonesia I – III: 2 jenis (Anonim, 1977, 1979),
Vademekum Bahan Obat Alam: 5 jenis (Anonim,1989), buku karangan Syamsuhidayat
& Hutapea (1991): 12 jenis, Hutapea (1993,1994):17jenis, buku-buku yang
dikeluarkan dari Departemen Kesehatan (1997,1999): 3 jenis dan Wijayakusuma et
al. (1992): 18 jenis, Medicinal Herb
Index in Indonesia (1995): 127 jenis serta Prosea (1999, 2001, 2003): 80 jenis.
Berdasarkan data-data yang pernah muncul tersebut terkumpul 148 jenis tumbuhan
yang berpotensi sebagai obat tradisional dari suku Euphorbiaceae.
Tanaman anggota famili Euphorbiaceae merupakan elemen penting pada hutan bekas
logging di kawasan konservasi PT WKS di Sungai Tapa, Jambi. Tampui tumbuh baik
di lahan berdrainase baik. Namun, secara individual tampui ditemukan di
rawa-rawa yang tergenang secara periodik, hutan kerangas, dan hutan rawa
gambut. Buah tampui yang bulat dan cokelat muncul dari batang atau cabang.
Daging buah berwarna putih agak kuning gading, rasanya asam manis.
BAB III
PEMBAHASAN
Euphorbia adalah merupakan salah
satu famili Euphorbiaceae yang mempunyai
lebih dari 2000 spesies. Famili ini tumbuh tersebar di daerah tropis, mulai
dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman yang tergolong sukulen dan
menyerupai kaktus ini sangat menyukai sinar matahari, sehingga akan menampilkan
bunga yang semarak apabila diletakkan di tempat yang terbuka dengan penyinaran
matahari penuh.
3.1.
Contoh Spesies Anggota Famili Euphorbiaceae
Posted on Juli 4, 2008 by Sumarno Wijaya
Kerajaan
: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : E. Milli
Euphorbia
milii merupakan salah satu spesies dari 2000 spesies lain
dari genus Euphorbia. spesies yang asli diberi nama E. milii varietas splendens/E.splendens.
varietas ini tumbuh sedikit menjalar (scrambing), memiliki seludang bunga
(cyathia) berwarna merah berukuran 1 cm dan berbunga sejati berwarna kuning. E. splendens dapat tumbuh mencapai
60-240 cm. selain E. splendens yang berbunga merah, ada
juga yang berwarna kuning yaitu varietas lutea yang berukuran lebih pendek dari
berbunga merah. Sekarang ini para pemuliaan tanaman sudah banyak mengembangkan E.milii. Salah satu Negara yang
mengembangkan E. milii sampai saat
ini adalah Thailand. Selain Thailand, Indonesia dan Malaysia juga sudah mulai
membudidayakan E. milli. Di
Indonesia, euphorbia ini dikenal dengan nama Pakis giwang.
E.
milii memiliki sifat genetik yang tidak stabil karena
memiliki beberapa kromosom pengendali sifat. Dari induk yang sama akan
dihasilkan banyak varietas keturunan baru.Pemurnian varietas perlu dilakukan
untuk mendapatkan sifat yang relatif stabil, baik dari segi morfologi,
produktifitas,maupun resistensi terhadap hama dan penyakitnya.
Meskipun dapat tumbuh didaerah tropis
dan subtropis, E.milii lebih menyukai
temperatur panas dan pencahayaan penuh, sehingga kurang berkembang dinegara
subtropis.Dinegara maju, E. Milii
digolongkan dalam tanaman beracun (poisson
plant), karena getah susu (eksudat) dari tanaman tersebut jika berkoagulasi
dengan darah dapat memacu pertumbuhan sel abnormal.
Tanaman dari family Euphorbiaceae
memiliki batang berduri. Jaringan xylemnya mengeluarkan eksudat putih disebut
dengan getah susu (milky sap). Daun E.
milii berbentuk oval dengan ukuran bervariasi menurut hibrida dan kultivar.
Bunganya kecil berwarna kuning dengan cyathia bewarna warni sebagai hasil dari
hibridasi.
Umumnya tanaman ini memiliki bunga
sejati yang sempurna dengan organ seksual jantan dan betina yang lengkap.
Namun, ada juga yang memilki bunga yang tidak sempurna yang tidak memiliki
organ seksual dan bersifat steril, sehingga tidak dapat digunakan untuk
perbanyakan generatif. Beberapa kultivar memiliki bunga yang keseluruhannya
merupakan bunga yang tidak sempurna. Adapula tanaman yang sebagian bunganya
merupakan bunga sempurna dan beberapa kondisi tumbuh bunga yang tidak sempurna.
Perakaran E. milii merupakan akar
serabut dangkal yang tumbuh menyebar.
Euphorbia
milii dapat tumbuh pada kisaran temperatur 4-40° Celsius.
dihabitat aslinya, tanaman ini tumbuh dilahan terbuka (full sun) dan cukup
toleran berada dilokasi sedikit ternaung (part shade location). Namun, tanaman
ini relatif tidak tahan jika ditempatkan dalam ruangan. Meskipun toleran
terhadap kondisi ternaung, tapi pertumbuhan Euphorbia akan lebih optimal bila
ditanam dilahan terbuka. Kondisi ternaung akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
terutama pertumbuhan tunas aksilar dan pembungaan. Pada kondisi ternaung,
kecepatan tumbuh vegetatifnya relatif cepat, tetapi tunas yang terbentuk lebih
sedikit dan lemas.
E.milii
menyukai mikroklimat yang kering (Rh 70 %) dan membutuhkan media tanam yang
lebih lembab dibandingkan dengan jenis euphorbia lainnya. Pada kelembapan
rendah, tajuk tanaman dapat tumbuh dengan baik bila disertai dengan penyiraman
yang memadai. Sementara itu, kelembapan udara yang terlalu tinggi akan
menurunkan aktivitas metabolisme tanaman, sehingga tanaman peka terhadap
serangan penyaki. Namun, E. Milii
masih bisa ditanam didataran tinggi asal pencahayaannya cukup dan curah hujan
rendah.
E.milii
selain digunakan sebagai tanaman hias, juga berkhasiat sebagai obat. Obat yang
dibuat dari E.milii diantaranya yaitu
untuk mengatasi pendarahan rahim, hepatitis,
luuka bakar, bisul.
Konservasi : Budidaya tanaman hias
euphorbia relatif mudah. Budidaya euphorbia meliputi pemilihan pot tanaman,
penyiapan bahan tanam, penyiapan media tanam, perbanyakan tanaman, penanaman,
pemeliharaan tanaman. Dalam budidaya euphorbia hal yang perlu diperhatikan
adalah sifat dan karakter tanaman. Euphorbia dapat beradaptasi di daerah panas
dan kering dengan suhu tinggi dan sinar matahari penuh, meskipun demikian
euphorbia tetap membutuhkan lingkungan yang sesuai agar tumbuh bagus dan
optimal. Untuk mendukung keberhasilan euphorbia, dalam membuat media tumbuh
sebaiknya memilih bahan yang bersifat porous dan berpori sehingga sirkulasi
udara dan aliran air lancar. Pada dasarnya tanaman euphorbia tidak telalu
meyukai air sehingga diharapkan media tumbuh tidak becek. Pemeliharaan tanaman
harus dilakukan dengan baik dan yang perlu diperhatikan adalah pengendalian
hama dan penyakit. Perbanyakan euphorbia dilakukan dengan cara vegetatif dan
generatif. Akan tetapi perbanyakan yang umumnya dilakukan adalah dengan cara vegetatif
yaitu stek dan sambung batang. Perbanyakan secara generatif jarang dilakukan
karena dalam pelaksanaannya kurang efektif dan membutuhkan waktu yang lama
2.
Tanaman Meniran ( Phyllanthus niruri
L.)
Nama lain dari Phyllanthus niruri Linn. adalah Phyllanthus amarus Linn., P. urinaria Linn., P. alantus B.L., P.
kartonensis Horn., P. Echmanthus Wall.,
P. lepidocarpus Siet, et, Zuc., P. leptocarpus Weigh, (Dalimarta, 2000).
Klasifikasi menurut .(Van Steenis, 2003;
Backer and Van den Brink, 1965)
Divisi : Spermatophyta
Kelas: Magnoliaosida
Bangsa : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Marga
: Phyllanthus
Jenis
: Phyllanthus niruri Linn
Meniran termasuk jenis gulma yang tumbuh
liar di tempat terbuka, tanah lembab dan berbatu, serta hampir tersebar
diseluruh Indonesia pada ketinggian sampai 1000 meter di ataspermukaan laut.
Tinggi tanaman maksimal 1 meter (Yanti et al.1993). Selain di Indonesia
tumbuhan ini juga terdapat di India,Cina, Malaysia, Philipina, Australia,
Amerika dan Afrika (Sidikdan Subarnas 1993).
Batang bulat, liat, masif, tidak
berbulu, licin, hijau keunguan, diameter ±3 mm, sering sangat bercabang dengan
tangkai dancabang-cabang hijau keunguan. Daun majemuk berseling, warna hijau,
anak daun 15-24 helai, bular telur, tepi rata, pangkal membulat, ujung
tumpul, di bawah ibu tulang daun sering terdapat butiran kecilkecil,
menggantung. Bunga tunggal. Daun kelopak berbentuk bintang, mahkota putih
kecil. Buah kotak, bulat, hijau keunguan. Biji kecil, keras, bentuk ginjal,
coklat tua (Sudarsono dkk., 1996).
Meniran mengandung golongan senyawa
kimia golongan flavonoid,antara lain quercetin, quercetrin, isoquercetrin,
astragalin, rutin kaemperol-4’ - rhamnopyranoside, eriodictyol - 7 -
rhamnopyranoside, fisetin - 4’-O- glicoside, 5, 6 , 7,4’ - tetrahydroxy -
8 - ( 3- methylbut- 2 -enyl) - flavonone-5-O-runoside (nirurin). Pada akarnya
terdapat 3,5,7-trihydroxyflavonl-4”-O- _ -L-(-) rhamnopyranoside;
suatu senyawa glikosida flavonoid dengan kaemperol sebagai aglikon dan rhamnosasebagai
bagian glikon. Ikatanglikosida terdapat pada posisi 4 sebagai gliksida
flavonoid terdapat pula5,3’,4;-rihydroxyflavononone-7-O-α-L-(-),suatu flavonone
(eriodictyol); L(-)-rhamnose sebagai bagian gikon. Selain itu terdapat
senyawa lignan, norsecurinine, securinine, allosecurinine, dan senyawa alkaloid (entnorsecurinine).
Ignan; nirphyllin (3,3’,5,9,9’-pentamethoxy-4-hydroxy,4’,5-methylendioxylignan,
phyllnirurin
(3,4-methylendioxy-5’-methoxy-9-hidroxy-4’-7-epoxy-8,3’-neolignan), isolintetrain,
hypophyllanthin ( tidak pahit). Nirtetralin ,niranthin, phyllanthin (pahit),
hinikinin, ligtetralin, phyllanthostatin A, dan alkaloid dari trans-phytol (Sudarsono
dkk., 1996). Disamping itu juga mengandung saponin,kalium, damar, dan zat
samak.
Pemanfaatan tumbuhan meniran ( Phyllanthus niruri L.) sebagai obat tradisional
telah dikenal oleh masyarakat Indonesia yang dapat digunakan untuk pengobatan
antara lain sakit kencing batu, demam, sakit perut, batuk,sakit gigi, sakit
kuning dan gonorhoe (Sidik dan Subarnas, 1993). Herba dan akar digunakan untuk
penyakit radang, infeksi saluran kencing, serta untuk merangsang keluarnya
air seni (diureticum), untuk penyebuhan diare, busungair, infeksi saluran
pencernaan, dan penyakit yang disebabkan karenagangguan fungsi hati. Buahnya
berasa pahit digunakan untuk luka dan scabies.
Akar segar digunakan untuk pengobatan
penyakit kuning. Dapat digunakan untuk penambah nafsu makan dan obat anti demam
(Sudarsonodkk., 1996). Meniran merupakan tumbuhan liar yang banyak terdapat
ditegalan, bantaran kali dan semak diantara pohon-pohon pisang. Masyarakat secara
turun temurun memanfaatkan tumbuhan ini sebagai tanaman obat (Lembaga Kajian
Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002). Ekstrak yang diperoleh dari tumbuhan
meniran ini adalah ekstrak yang mengandungkomponen aktif dengan indikasi
khasiat sebagai peluruh air seni, hepato protektor dan anti infeksi
(Radjaram dan Widjaja, 1993). Secara empiris danklinis, herba meniran berfungsi
sebagai antibakteri atau antibiotik,antihepatotoksik, antipiretik, antiradang,
antivirus, diuretik, ekspentoran danhipoglikemik (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Phyllanthus niruri (meniran)
adalah salah satu
tumbuhan obat yang
sering digunakan untuk jamu.
Seluruh bagian dari
tumbuhan ini digunakan
untuk mengobati gonore, sifilis,
nefralgia, diare, demam dan tetanus. Daun meniran digunakan untuk
mengobati epilepsi, malaria, konstipasi, hipertensi dan kelainan menstruasi.
Senyawa lignan adalah metabolit sekunder
yang penting pada tumbuhan ini, yang betanggung jawab
terhadap aktivitas biologinya. Kultur
sel dari P. niruri
menghasilkan senyawa lignan. Terdapat
perbedaan yang signifikan
secara kuanlitatif dan
kuantitatif antara profil
senyawa lignan dari kultur sel, kultur kalus, tumbuhan asli, akar dan
biji dari P. Niruri . Dua senyawa
lignan yang tidak ditemukan sebelumnya
dari tumbuhan ini
berhasil diisolasi dan
dimurnikan. Satu diantaranya adalah senyawa baru yaitu cubebin
dimetilleter dan senyawa baru untuk P.
niruri tetapi telah dilaporkan sebelumnya dari tumbuhan lain, P. urinaria, yaitu urinatetralin.
Penambahan dua senyawa antara untuk biosintesis
lignan pada kultur
sel P. niruri dapat
menstimulasi peningkatan produksi cubebin dimetileter
hingga 0,7 mg g-1
berat kering (kontrol
sel hanya 0,1 mg
g-1 berat kering)
dan urinatetralin hingga 0,3 mg g-1 berat kering (control sel hanya 0,2 mg g-1 berat kering). Dua senyawa antara
tersebut adalah asam ferulat (0,5 mM) dan asam kafeat (0,5 mM).
3.
Antidesma bunius
Tanaman
langka. Pohon, dapat mencapai 30 m, percabangan dekat permukaan tanah, tajuk
cukup padat. Daun bertangkai pendek, bentuk lanset sampai elips, boleh
dikatakan gundul, panjang 9-25 cm. Bunga
berumah dua,
bunga dalam tandan di ujung dan di dalam ketiak. Buah elips lebar, hijau
kemudian merah, akhirnya ungu kehitaman, gundul, panjang 1 cm. Digunakan untuk
rujak, selai, sirup, biji batu pipih dengan rusuk yang berbentuk jala. Okulasi.
0-1300 m dpl.
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili :
Euphorbiaceae
Genus : Antidesma
Spesies : Antidesma
bunius (L.) Spreng.
Nama
lain : wuni (Jawa, Sunda), barune (Sunda), huni gedeh (Sunda), huni wera
(Sunda), burneh (Madura), buah monton (Batak), attor (Flores), kitikata
(timor), bernai bonai, menerek (Lampung).
Masyarakat Dayak menggunakan tumbuhan
ini sebagai obat kudis dan luka dengan cara akarnya direbus dan airnya diminum
sedangkan daunnya dibuat pupur yang dioleskan ke bagian kulit yang sakit.
Tumbuhan ini mengandung filatin, hipofilatin, kalium, damar dan tanin. Filatin
dan hipofilatin berkhasiat melindungi sel hati dari zat toksik
(hepatoprotektor). Bagian yang digunakan adalah herba segar atau yang telah
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Simplisia kering dapat disimpan dan
digunakan jika diperlukan.
Herba digunakan untuk pengobatan:
bengkak, busung perut (asites), protein dalam air seni akibat radang ginjal,
infeksi dan batu saluran kencing, kencing nanah, menambah nafsu makan pada anak
yang berat badannya kurang, diare, radang usus (enteritis), radang mata merah
(konjungtivitas), radang hati (hepatitis), sakit kuning (jaundice), radang
selaput lendir mulut (sariawan), digigit anjing gila dan rabun senja.
BAB
V KESIMPULAN
5.1 . Famili Euphorbiaceae ini tumbuh
tersebar di daerah tropis, mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman
yang tergolong sukulen dan menyerupai kaktus ini sangat menyukai sinar
matahari, sehingga akan menampilkan bunga yang semarak apabila diletakkan di
tempat yang terbuka dengan penyinaran matahari penuh.
5.2 Contoh Spesies Anggota Famili Euphorbiaceae Euphorbia milii, Tanaman Meniran ( Phyllanthus niruri L.), dan Antidesma bunius.
5.3
Famili Euphorbiaceae mempunyai karakteristik akar tunggang, batang bulat
dan bersudut, daun bulat telur, lonjong dan jorong, memiliki bunga sejati dan
bunga bermahkota semu, Buah berbentuk seperti kapsul dan terletak di ujung
tangkai bunga, biji terdapat di dalam buah dan berwarna coklat tua, berbentuk
bulat.
5.4 ketiga contoh spesies anggota famili
Euphorbiaceae dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat.
DAFTAR
PUSTAKA
Agusta,
A. & Chairul, 1995, Tumbuhan dan Senyawa Bioaktif yang Memiliki Potensi
Sebagai Anti Virus HIV. Majalah Farmasi Indonesia (Indonesian Journal of Pharmacy) 6 (1): 20 –
30
Airy
Shaw, H.K.,1975, The Euphorbiaceae of Borneo. Kew Bulletin Additional Serie 4.
Airy Shaw, H.K.,1980, The Euphorbiaceae of New Guinea. Kew Bulletin Additional
Serie 8.
Airy
Shaw, H.K.,1981, The Euphorbiaceae of
Sumatra. Kew Bulletin 36: 239 – 374.
Airy
Shaw, H.K.,1982, The Euphorbiaceae of
Central Malesia (Celebes, Moluccas, Lesser Sunda Islands). Kew Bulletin 37: 1 –
40.
Anonim,
2007a. http://www.bbpp-lembang.info/index2.php?option=com_content. Diakses pada
tanggal 13 Juni 2012.
_______,
2009b. http://www.puspita-klaten.co.cc/2009/07/kegunaan-khasiat.html. Diakses
pada tanggal 13 Juni 2012.
_______,
2008c. http://simplyeko.com/category/euphorbia. Diakses pada tanggal 13 Juni
2012.
_______,
2009d. http://www.jurnalmanajemenn.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 13 Juni
2012
Backer,
C.A. and Bakhuizen van den Brink Jr,
R.C., 1963, Flora of Java I. Noordhoff, Groningen.
Haegens,
R.M.A.P., 2000, Taxonomy, Phylogeny, and Biogeography of Ba-ccaurea,
Distichirhops, and Notho-baccaurea
(Euphorbiaceae). Blumea Supplement 12.
Hapsari,
B. dan Budiana, N.S. 2007. Euphorbia Milii. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heyne,
K, 1950, De Nuttige Planten van Indonesie. N.V. Uitgeverijw van
Hoeve's-Gravenhage/Bandung.
Lawrence,
G. H. M. 1959. Taxonomy of Vascular Plant. New York : The Macmillan Co.
Lidiasari E.,
Syafutri M.I., dan
Syaiful F., Influence
of Drying Temperature
Difference On Physical And Chemical Qualities of Partially
Fermented Cassava Flour, Jurnal Ilmu-ilmu
Pertanian Indonesia, 2006, vol. 8, pp. 141-146.
Purwanto,
A. W. 2006. Euphorbia Tampil Prima dan Semarak Berbunga. Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana,
R. 1997. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Kanisius. Yogyakarta.
Steenis-Kruseman,
M.J. van., 1953, Select Indonesian Medicinal Plants. Medan Merdeka Selatan 11,
Pav. Djakarta
Soedijono,
B. dan Rudi H. 2007. Agar Euphorbia Tampil Menawan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soekartawi,
John L. Dillon, J. Brian Hardakek dan A. Soeharjo. 1986. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian untuk
Perkembangan Petani Kecil. Jakarta. Universitas Indonesia (UIPress).
Soemarso,
S.R. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.
Supandiman,
I., Muchtan dan Sidik., 2000, Keamanan
Pemakaian Obat Tradisional dalam Pelayanan Klinik. Prosiding Kongres Nasional
Obat Tradisioanl Indonesia (Simposium Penelitian Bahan Obat Alami X). menuju
Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya, 20 – 22
November. pp.1 – 11.
Stanton, WY.
2007. Pengertian Pemasaran
Menurut Para Ahli.
http://chinmi.
Van
Welzen, P.C., 2001, Malesian Euphorbiaceae Newsletter. No. 11, December.
Rijks-herbarium/Hortus Botanicus, Leiden University P.O.Box 9514, 2300 RA
Leiden, The Netherlands.
Whitmore,T.C.,1995,The
Phytogeography of Malesian
Euphorbiaceae. In: J. Dransfield, M.J.E. Coode & D.A. Simpson
(eds.). Plant Diversity in Malesia III. Proceedings of the Third International
Flora Malesiana Symposium 1995.Published by the Royal Botanic Gardens, Kew.
LAMPIRAN
Diskusi
1. Solifa
Sarah
Mengapa
di daerah subtropik Euphorbia milii
dapat bersifat racun
Jawaban : E. milii digolongkan sebagai poisson
plant di daerah maju karena getah susu (eskudat) dari tanaman tersebut jika
berkoagulasi dengan darah akan memacu pertumbuhan sel abnormal.
2. Roseliana
Fitri
Mengapa E. milii di daerah subtripis pertumbuhannya tidak ootimal?
Jawaban
: Karena pertumubuhan E. milii sangat
tergantung pada pencahayaan. Ketika pencahayaannya penuh maka pertumbuhannya
optimal. Sedangkan di daerah subtropik sendiri memiliki 4 musim, oleh karena
itu musim panasnya hanya berlangsung sebentar, akibatnya pencahayaan tidak
maksimal, dan pertumbuhan E. milii pun tidak optimal.
3. Asih
Rismiarti
Apakah
perbedaan flavonoid dengan alkanoid, terpenoid dan steroid dalam metabolisme
sekunder?
Jawaban
: flaponoid, alkanoid, terpenoid dan steroid merupakan jenis-jenis dari
metabolit sekunder. perbedaan satu sama lain adalah dari struktur kimianya.
Sedangkan fungsinya adalah sama yaitu sebagai metabolit sekunder.
4. Ibu
Sri Utami
Coba
sebutkan ciri khas dari famili Euphorbiaceae
Jawaban : Pohon, perdu,
semak, kadang-kadang berair, kerapkali mengandung getah. Daun tersebar,
kadang-kadang berhadapan, tunggal atau majemuk menjari, kerapkali dengan daun
penumpu. Ujung tangkai daun atau pangkal helaian daun kerapkali dengan
kelenjar. Bunga berkelamin 1, berumah 1 atau 2, bunga betina dan jantan
kadang-kadang berbeda besar, kadang-kadang tersusun dalam, yang dikatakan
cyathium. Tenda bunga tunggal atau rangkap, kadang-kadang tidak ada. Tonjolan
menebal dasar bunga kerapkali ada. Benang sari 1 sampai banyak. Lepas atau
melekat. Bakal buah menumpang, beruang 2 – 4. Bakal biji 1 – 2 beruang. Buah
bermacam-macam.
#inggrit #amedia #inggritAmedia #euphorbiaceae #taksonomi #tumbuhan #makalah