Sabtu, 23 Februari 2013

(Review Jurnal) KULTUR MIKROALGA Haematococcus pluvialis UNTUK MEGHASILKAN ASTAXANTIN Ahmad Muzaki, Fahrudin, Ida Komang Wardana, dan Haryanti


KULTUR MIKROALGA Haematococcus pluvialis UNTUK MEGHASILKAN ASTAXANTIN
review

Dra. Tri Retnaningsih Soeprobowati Mapp. Sc



INGGRIT AMEDIA
24020111130018




                                            JURUSAN BIOLOGI
KELAS A

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012








KULTUR MIKROALGA Haematococcus pluvialis UNTUK MEGHASILKAN ASTAXANTIN
Ahmad Muzaki, Fahrudin, Ida Komang Wardana, dan Haryanti

1.      Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian

Peranan mikroalga diberbagai bidang sudah berkembang sedemikian rupa. Karena jumlahnya yang melimpah dan terperbarui, semakin memberikan potensi untuk mengambil peran darinya. Baik itu di bidang perikanan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. Bahkan hampir semua mikroalga menunjukan peran sebagai sumberdaya  biologis yang eksklusif dan berperan sangat luas dalam bioteknologi. Riset ini pun telah membuktikan bahwa salah satu peran mikroalga adalah sebagai penghasil astaxantin. Astaxantin merupakan pigmen carotenoid yang larut dalam lemak. Termasuk produk metabolik sekunder. Berbagai sumber menduga bahwa Haematococcus memproduksi astaxantin saat keadaan stres dan atau keadaan lingkungan yang buruk.
Contoh kasus dibidang ekonomi yang meatarbelakangi riset ini  adalah pigmentasi pada udang. Secara visual, warna udang  menjadi karakteristik penting dalam menentukan kesegaran, rasa, kesehatan dlsb. Yang untuk mendapatkan semua itu, kadang menggunakan cara atau metode yang tidak baik.
Tujuan riset ini adalah mendapatkan teknik pengkulturan Haematococcus pluvialis dan teknik stimulasi melalui penyinaran sel untuk menghasilkan produk astaxantin. 


2.      Metode
Metode yang dilakukan adalah pemilihan  media tumbuh pengkulturan, sterilisasi,inokulasi,  inkubasi, stimulasi.
Pemilihan media tumbuh pengkulturan dilakukan dengan menggunakan dua jenis media dengan tujuan mendapatkan media yang sesuai, yaitu 1).  media BOLD (mikronutrien anorganik PIV metal) dan 2). Modifikasi media BOLD (Clewat-32). Perbedaan dari keduanya hanya pada perbedaan unsur mikronutrien anorganik yang berupa Trace element.
Berikut merupakan Tabel komposisi larutan pupuk dan PIV metal yang digunakan sebagai media tumbuh pengkulturan mikroalga H. Pluvialis :
Jenis nutrien
jumlah
Makronutrien

NaNO3
10.0
CaCl22H2O
1.0
MgSO47H2O
3.0
K2HPO4
3.0
KH2PO4
7.0
NaCl
1.0
Vitamin B12
60.0 x 10.6
Mikronutrien anorganik (PIV Metal)

Na2EDTA (g)
30
FeCl3.6H2O (mg)
10
MnCl2.4H2O (mg)
10
ZnCl2 (mg)
10
CoCl2.6H2O (mg)
10
Na2MoO4.2H2O (mg)
10
Tabel 1. komposisi media tumbuh pengkulturan mikroalga H. Pluvialis dengan menggunakan mikronutrien PIV metal

Kemudian semua senyawa mikronutrien anorganik  (PIV metal) dilarutkan dalam 1.000 mL aquades dan disterilisasi dengan autoclave selama 30 menit pada suhu 115oC. Perlakuan sama dilakukan pada semua jenis makronutrien (NaNO3, CaCl22H2O, MgSO4H2O, K2HPO4, NaCl, Vitamin B12)  tetapi dilarutkan dalam 400 mL aquades. Larutan makronutrien ini dijadikan sebagai stock untuk pembuatan media kultur.

Jenis nutrien (pupuk)
Media BOLD (mL)
Modifikasi media BOLD (mL)
NaNO3
30
30
CaCl22H2O
10
10
MgSO4H2O
10
10
K2HPO4
10
10
KH2HPO4
10
10
NaCl
10
10
Vitamin B12
1
1
PIV Metal
6
-
Clewat-32
-
6
Air mineral sreril
940
940
Tabel 2. Komposisi dan jumlah nutrien (pupuk) yang digunakan untuk media tumbuh H. Pluvialis

Kultur H. Pluvialis dengan media kultur air tawar dari sumber yang berbeda  (air tawar dari sumber mata air, air minum mineral dalam kemasan I dan II, air sumur tanah, air sumur artesis, air PAM yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan yang optimal.

3.      Hasil dan Pembahsan
3.1         kultur mikroalga H. pluvialis dengan mikronutrien yang berbeda
Riset  ini membuktikan bahwa adanya perbedaan pertumbuhan sel pada tiap tahapannya. Terjadi karena perbedaan pemberian mikronutiren anorganik.

Hari
Clewat-32
PIV metal
3
38 x 10
13 x 10
7
42 - 45 x 10
55 - 58 x 10







Dari tabel di atas terlihat bahwa pada awal pertumbuhannya,  mikroalga populasi  H. pluvialis yang diberi mikronutrien Clewat-32 mencapai 38 x 10⁴ dimana lebih tinggi daripada populasi  H. pluvialis yang diberi mikronutrien PIV-Metal.  Jumlah tersebut terus meningkat seiring perkembangannya selama 7 hari. Dan pada hari ke-tujuh itu terbukti bahwa populasi tertinggi adalah yang diberi mikronutrien PIV metal, yaitu sabanyak 55 - 58 x 10⁴. Sedangkan pengkulturan dengan diberi mikronutrien Clewat-32 hanya mencapai kepadatan 42 - 45 x 10⁴.

Perbedaan yang terjadi terjadi karena pada komposisi mikronutrien anorganik Clewat-32 terdapat kandungan yang lebih lengkap. Sehingga mikroalga mengalami pembelahan yang lebih cepat pada awal pertumbuhannya. Namun karena jumlahnya yang sedikit, maka senyawa tadi tidak bisa dimanfaatkan dalam waktu yang lama, sehingga perkembangan selanjutnya tidak secepat pada awalnya. Pada PIV-Metal hanya terdapat enam jenis senyawa dengan konsentrasi tertentu. Sehingga laju perkembangannya perlahan dan tidak ada lonjakan kepadatan populasi. 

3.2  kultur mikroalga H. pluvialis dengan sumber  air tawar yang berbeda
hari
SMAA
ASA
ASMK I
ASMK II
AST
A PAM
1






2






3






4






5






6






7
166 x 10⁴


150 x 10⁴
51 x 10⁴

8






9






10






11




mati

12






13
250 x 10⁴
150 x 10⁴
150 x 10⁴
192 x 10⁴


14






15






16






17






18






19








Keterangan :

sudah mulai tumbuh

puncak perkembanhbiakan

mati

kepadatan tertinggi

penurunan kepadatan
SMAA
mata air alam
ASA
air sumur artesis
ASMK I
Air mineral dalam kemasan I
ASMK II
Air mineral dalam kemasan II
AST
Air sumur tanah
A PAM
Air PAM







  





Penulis menduga bahwa  perbedaan kepadatan populasi tersebut karena perbedaan pada sumber air tawar yang digunakan. Air tawar itu sendiri memiliki kandungan unsur hara yang berbeda terutama mikronutriennya, sehingga memengaruhi siklus hidup H. pluvialis. Hal ini diperkuat oleh pendapat Borowitzka & Borowitzka (1988) yang menyatakan bahwa mikronutrien merupakan senyawa yang sangat diperlukan oleh mikroalga dalam perkembangbiakan untuk membantu pembentukan dinding sel protoplasma, dan proses fisiologi lain dalam sel.

Stimulasi
     Teknik stimulasi ini diberikan denga tujuan supaya mikroalga H. pluvialis  mengalami stres. Ketika stres itu dia akan merespon dengan menghasilkan metabolit sekunder yaitu astaxantin yang ditandai dengan warna merah. Stimulasi delakukan dengan memberikan penyinaran oleh sinar UV dan dilanjutkan dengan penyinaran menggunakan lampu TL. Alatas & Yanti (2003) mengemukakan bahwa penyinaran UV dapat menyebabkan kerusakan pada DNA.
  hari
penyinaran dengan lampu TL
2 sisi
1 sisi
1
hk= 1.83 %
hk= 2.56 %

m= 1.01 %

2


3


4
h=0, m= 31.25 %, hk= 68.75 %

5

6
hk= 10.71 %
7

8

9

10

11

12
m= 6.82%
13

14

15

16
h= 31.06 %

hk= 31.06 %

m= 9.94 %
17

18


Keterangan :         hk        : hijau kemerahan
                             m         : merah
                             h          : hijau
Dari tabel di atas terlihat perbadaan perubahan warna yang terjadi selama penyinaran akibat perbedaan teknik penyinaran, yaitu penyinaran dati dua sisi dan dari satu sisi. Perubahan warna yang terjadi merupakan proses fluoresensi. Fluoresensi terjadi saat klorofil (warna hijau) disinari. Proses ini sangat membutuhkan cahaya. Oleh sebab itu, mikroalga yang mendapatkan penyinaran dari dua sisi lebih cepat perubahannya daripada yang mendapat penyinaran dari satu sisi saja. Warna merah yang terjadi itu merupakan suatu indikasi adanya astaxantin.
    

4.      Kesimpulan

-                 Media yang tepat untuk  pengkulturan  mikroalga H. pluvialis  adalah  media BOLD/
-                 Air dari sumber mata air alami merupakan  tempat tumbuh dan berkembang yang lebih baik bagi  H. pluvialis  diandingkan dengan media dari sumber air tawar lain.
-                 Penyinaran dengan menggunakan sinar UV memberikan stimulasi terhadap H. pluvialis. Respon yang diberikan adalah terbentuknya warna merah. Warna merah mengindikasikan adanya astaxantin.
-                 Penyinaran dengan menyinari kedua sisi lebih baik daripada penyinaran dengan satu sisi untuk menghasilkan astaxantin. Karena mikroalga H. pluvialis  membutuhkan sinar yang banyak untuk menghasilkan astaxantin lebih cepat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar