Minggu, 15 Desember 2013

Sepenggal Dialog Bada Subuh


Program superintensif sebuah lembaga bimbel cukup menarik perhatianku saat itu, tahun 2011 menjelang penerimaan mahasiswa baru. Bersama tujuh orang kawan kelasku (Juwita, Ema, Rahmi, Ria, Novi, Resa, dan Ratna), kami tinggal disebuah rumah kos yang kebetulan strategis, sayangnya hanya ada satu kamar kosong disana, alhasil sebagian dari kami ada yang ikut dikamar kakak tingkat. Aku salah satunya. Namanya Rabiatul Adawiyah, biasa dipanggil Ka Ajeng. Seorang mahasiswa FKM UI yang ramah, murah senyum, ceria, dan sepertinya aktivis kampus. Mulanya canggung, namun keramahannya mencairkan suasana.

Ka Ajeng begitu baik, dia memperlakukan kami layaknya adik sendiri. Pengalaman yang dia ceritakan sedikit banyaknya menginspirasiku. Sikapnya mengenalkan sesuatu yang tidak aku punya, sosok seorang kakak. Dalam waktu satu bulan bersama ka Ajeng, banyak hal yang dia ajarkan, tentu saja tidak terlepas dari bersenang-senang. Ka Ajeng benar-benar menyenangkan. Itulah kalimat penegasan dariku tentang sosok ka Ajeng yang tak bisa dideskripsikan dengan kalimatku.

Setengah sadar aku terbangun, ka Ajeng membangunkanku untuk salat Subuh. Biasanya selesai salat, kami langsung merebah kembali untuk melanjutkan tidur. Namun kali ini berbeda. Dia tiba-tiba berkata “untuk apa kita kuliah?” aku tertegun. Kala itu aku hanyalah seorang siswi SMA yang belum terlalu mengerti perkuliahan. Ka Ajeng melanjutkan kalimatnya “menjadi seorang mahasiswa itu berat” kupandangi wajahnya yang sedikit menengadah kelangit-langit kamar.

“susah payah kita mendaftar di perguruan tinggi, berkompetisi dengan jutaan orang cerdas lainnya, pengumuman hasilpun kadang tak sesuai harapan, kemudian kita diterima, apakah kita bersenang-senang?”

Sebuah bulir bening perlahan jatuh dari matanya...
“untuk mendapat gelar sarjana tidak semudah itu, kita harus beradaptasi ditahap awal, kita mencoba mengerti sistem yang berlaku, kita lakukan apapun yang terbaik, mungkin suatu ketika kita akan lelah, yah, lelah dengan tuntutan untuk seorang mahasiswa yang begitu hebat, orang-orang disana membutuhkan kita, mereka berharap banyak pada kita, kita kuliah untuk siapa sebenarnya?

“kemudian setelah lulus, kita harus bisa bersaing dengan puluhan juta orang untuk duduk disebuah kursi kerja, dan perjuangan takkan berakhir sampai disana”  
Kalimat tadi membuatku memutar otak, bertanya pada diri sendiri, itu membuatku bingung, namun satu kalimat penutup yang diucapkannya cukup menerangi jalan gelap tanpa arah saat itu,

“kamu akan berfikir seperti itu jika kamu hanya melihat dari sisi lelahmu, semakin kamu bisa melewati setiap tahapnya, kamu akan menjadi orang yang lebih tangguh, percayalah”

Kemudian melanjutkan tidur.

#Inggrit #Amedia #InggritAmedia #kata #sepenggal #dialog #bada #subuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar